Breaking News

Minggu, 20 Januari 2019

Gempa, Tsunami, dan Likuifaksi dalam Catatan Sejarah Ulama Terdahulu

Bagian I

 

 

Dalam catatan sejarah Arab oleh al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi di dalam kitab "Tarikh Al Khulafa" telah merekam suatu kejadian besar yang pernah melanda Indonesia khususnya Aceh pada tahun 2004 yaitu Gempa dan Tsunami, dan kejadian ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 640 H di Palestina...

 


وفي سنة ستين (وأربعمائة) كانت بالرملة الزلزلة الهائلة التي خربتها حتى طلع الماء من رءوس الآبار، وهلك من أهلها خمسة وعشرون ألفا، وأبعد البحر عن ساحله مسيرة يوم، فنزل الناس إلى أرضه يلتقطون السمك، فرجع الماء عليهم فأهلكهم.
(تاريخ الخلفاء ص : ٦٤٦)

 

Pada tahun 460 H, terjadi sebuah gempa besar di Ramlah (Palestina) hingga membuat Ramlah hancur lebur. Gempa itu telah membuat air menyembur dari pinggiran sumur.Jumlah korban yang meninggal akibat gempa itu adalah dua puluh lima ribu jiwa. Gempa itu juga telah membuat kering air yang diperkirakan jarak antara pantai dan tempat yang kering itu sekitar sehari perjalanan. Orang-orang kemudian turun ke pantai untuk menangkap ikan yang terdampar, namun tiba-tiba air kembali pasang dan merekapun tenggelam.

(Tarikh Al Khulafa : 646)

 

Yang ingin mendownload kitabnya, silahkan klik tautan dibawah
Kitab Tarikh Al Khulafa

Bersambung...

Read more ...

Kamis, 10 Januari 2019

ABU LAHAB SAJA GEMBIRA KETIKA NABI DILAHIRKAN


Sebenarnya kisah abu lahab diringankan azab kuburnya setiap malam senin bukan menjadi dalil utama bagi pendukung maulid, tetapi ada seorang penceramah yang sok merasa dirinya pintar, dengan lantangnya menguraikan mengenai ini seakan² kita pendukung maulid menjadikan kisah abu lahab sebagai rujukan utama atas kebolehan maulid.

Sekarang kita akan coba tampilkan kisah tersebut, dan kita lihat bagaimana pendapat ulama mengenai hal ini.

Kisah ini terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari yang berasal dari Urwah bin Zubair mengatakan

وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ ، كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، َلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ – أي بسوء حال -، قَالَ لَهُ : مَاذَا لَقِيتَ ؟ قَالَ أَبُو لَهَبٍ : لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ “
(صحيح البخاري، ج : ٧ ص : ٩)

Dan Tsuwaibah adalah hamba sahaya milik Abu Lahab yang dia merdekakan kemudian menyusui Nabi Muhammad ﷺ. tatkala Abu Lahab telah meninggal sebagian keluarganya melihat dalam mimpi tentang buruknya keadaan dia. Lalu dia berkata, “Apa yang terjadi?” Abu Lahab berkata, “Aku tidak mendapatkan apapun sepeninggal kalian kecuali aku diberi minum karena memerdekakan Tsuwaibah.”
(Shahih Bukhari Juz 7 halaman 9 No hadits 5101)

Untuk memahami hadits diatas jangan memakai otak sendiri, lagipula otak kita belum mampu mencerna...dan sebaiknya sadar diri kalau kita ini bodoh, maka ikut saja apa yang dikatakan oleh ulama...

Sekarang mari kita lihat pendapat ulama mengenai kisah abu lahab diatas...

Mengenai hal ini Abu al Qasim Abdurrahman bin Abdullah bin ahmad Al Suhaili (wafat th. 581 H) mengatakan :


وَكَانَتْ ثُوَيْبَةُ قَدْ بَشّرَتْهُ بِمَوْلِدِهِ فَقَالَتْ لَهُ أَشَعَرْت أَنّ آمِنَةَ وَلَدَتْ غُلَامًا لِأَخِيك عَبْدِ اللّهِ ؟ فَقُالْ لَهَا : اذْهَبِي ، فَأَنْتِ حُرّةٌ فَنَفَعَهُ ذَلِكَ وَفِي النّارِ
(الروض الأنف في شرح السيرة النبوية, ج : ٥، ص : ١٩٢)

Tsuwaibah memberi tahukan kabar gembira kelahiran Muhammad ﷺ kepada Abu lahab, seraya berkata ‘aku berikan kabar gembira bahwa aminah melahirkan anak laki-laki dari saudaramu abdullah' abu lahab berkata ‘pergilah, sekarang kamu merdeka’, maka hal ini lah yang memberikan manfaat kepada abu lahab di neraka.
(al-Raudhu al-Unf, Juz 5 hal 192)

Dan yang menukil pendapat Imam Al Suhaili ini sangat banyak, diantaranya ada imam Ibnu Hajar al Asqalani pengarang kitab Fathul Baari syarah shahih bukhari, begitu juga ada Imam Ibnu Katsir pengarang kitab tafsir yang sangat terkenal...

Yang ingin mendownload kitab al-Raudhu al-Unf Juz 5 diatas dapat di unduh pada tautan ini
https://archive.org/download/Rawd_Al_Enf_Siheili/Rodanf05.pdf

Karena terbatasnya media maka saya bawakan satu pendapat saja yaitu pendapatnya Al hafizh Ibnu Katsir (wafat th. 774 H) untuk lebih memperjelas mengenai kisah diatas yang disebutkan di dalam kitabnya "al Bidayah wan Nihayah" dengan menukil perkataan Abdurrahman Al Suhaili diatas

Karena terbatasnya media maka saya bawakan satu pendapat saja yaitu pendapatnya Al hafizh Ibnu Katsir (wafat th. 774 H) untuk lebih memperjelas mengenai kisah diatas yang disebutkan di dalam kitabnya "al Bidayah wan Nihayah" dengan menukil perkataan Abdurrahman Al Suhaili diatas

وَذَكَرَ السُّهَيْلِيُّ وَغَيْرُهُ: إِنَّ الرَّائِيَ لَهُ هُوَ أَخُوهُ الْعَبَّاسُ. وَكَانَ ذَلِكَ بَعْدَ سَنَةٍ مِنْ وَفَاةِ أَبِي لَهَبٍ بَعْدَ وَقْعَةِ بَدْرٍ. وَفِيهِ أَنَّ أَبَا لَهَبٍ قَالَ لِلْعَبَّاسِ إِنَّهُ لَيُخَفَّفُ عَلَيَّ فِي مِثْلِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ. قَالُوا لِأَنَّهُ لَمَّا بَشَّرَتْهُ ثُوَيْبَةُ بِمِيلَادِ ابْنِ أَخِيهِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَعْتَقَهَا مِنْ سَاعَتِهِ فَجُوزِيَ بِذَلِكَ لِذَلِك
(البداية والنهاية، ج : ٢، ص : ٢٧٣)

Suhaili dan para ulama lainnya menyebutkan bahwa anggota keluarga yang bermimpi melihat Abu Lahab adalah Abbas, saudara Abu Lahab. Mimpi itu terjadi setahun setelah kematian Abu Lahab, yaitu setelah perang Badar. Dalam mimpi tersebut Abu Lahab berkata kepada Abbas : Sesungguhnya pada hari Senin aku mendapat keringanan. Para ulama menyebutkan bahwa ketika Tsuwaibah menyampaikan kepada Abu Lahab berita kelahiran keponakannya, yaitu Muhammad bin Abdullah, Abu Lahab langsung memerdekannya. kebaikannya ini dibalas dengan keringanan (siksa/diberi minum) tersebut.
(Al-Bidayah wan Nihayah, Juz II, halaman 273)

Coba perhatikan banyak ulama yang menyatakan tentang bermanfaatnya perbuatan abu lahab dengan memerdekakan budah tsuwaibah, karena apa? Bukan tanpa sebab... melainkan karena rasa senang dan gembiranya atas kelahiran keponakannya yaitu baginda Nabi kita Muhammad ﷺ.

Terakhir saya kutip sebuah syair karangan Al hafizh Syamsuddin Muhammad ibn Nashiruddin ad Dimasyqi

إِذَا كَانَ هَذَا كَافِـراً جَاءَ ذَمُّـُه
بِتَبَّتْ يَدَاهُ فِي الْجَحِيْمِ مُخَلَّّدًا

Jika orang kafir ini (abu lahab) yang  sudah dipastikan masuk neraka dan abadi didalamnya

أَتَى أَنَّهُ فِي يَوْمِ الاِثْنَيْنِ دَائـِمًـا
يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَدًا

Setiap hari senin selalu mendapatkan keringanan siksaan akibat pernah bahagia dengan Muhammad

فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِي كَانَ عُمْرُهُ
بِأَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَمَاتَ مُوَحِّدًا

Bagaimana lagi dengan seorang hamba yang sepanjang usianya selalu bahagia atas kelahiran Muhammad dan wafat dalam keadaan bertauhid.

Semoga bisa dipahami dan bermanfaat...

Selesai

والله أعلم بالصواب

Read more ...

Rabu, 09 Januari 2019

NABI ﷺ MERAYAKAN HARI KELAHIRANNYA


Ada segelintir orang yang dalam ceramahnya memprovokasi dengan mengatakan Nabi ﷺ saja tidak pernah merayakan hari kelahirannya (maulid) kenapa juga kita merayakannya?

Maka kita jawab, mengatakan Nabi ﷺ tidak pernah merayakan hari kelahirannya adalah suatu kedustaan besar atas nama Rasulullah dan ini ancamannya sangat berat, seperti yang disabdakan oleh beliau ﷺ sendiri

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ


Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku, Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.
(HR. bukhari No. 1291 dan Muslim No. 4)

Kenapa saya katakan mereka berdusta atas nama Rasulullah ﷺ, karena memang Nabi ﷺ sebenarnya merayakan hari kelahirannya, perhatikan hadits shahih dibawah ini



وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيه

Beliau ditanya mengenai puasa pada hari senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari ketika aku dilahirkan dan aku diutus (sebagai Rasul) atau pada hari itulah wahyu diturunkan atasku."
(HR. Muslim)

Sangat jelas Nabi memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa setiap hari senin...

Ayo... Masih berani mengatakan Nabi tidak pernah merayakan hari kelahirannya???

Bersiap²lah mencari tempat duduknya dineraka...

Dan ingat kami seribu kali lebih percaya perkataan Rasulullah daripada perkataan kalian para SaWah (salafi palsu/wahabi)

والله أعلم بالصواب


Bersambung...
Read more ...

Jumat, 04 Januari 2019

Hadits Shahih Fadilah Surat Yasin



Sumber: Al-Masail karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dan Ar-Rasail karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Kedua buku tersebut memuat satu judul yang sama yaitu membahas tentang hadits-hadits seputar keutamaan surah YASIN. Mereka mengumpulkan semua hadits terkait lalu menjelaskan kelemahan sanadnya satu persatu. Yang paling lengkap dalam menulis adalah Ustadz Yazid, karena dia memuat 16 buah hadits terkait sedang Ustadz Abdul Hakim hanya memuat 7 hadits yang kesemuanya juga dimuat oleh Ustadz Yazid.

Di akhir pembahasan mereka berkesimpulan bahwa tak ada hadits shahih yang menjelaskan secara spesifik mengenai keutamaan surah YASIN

Setelah mengamati dengan seksama dan mencari dari berbagai sumber lain, ternyata ada satu hadits yang sepertinya luput dari pembahasan kedua ustadz ini. Hadits itu adalah hadits dari Jundab bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ قَرَأَ يس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ

”Barangsiapa membaca YASIN pada suatu malam hanya dengan mengharap Wajah Allah, maka dia akan diampuni.”

Hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, nomor hadits 2626 (berdasarkan penomoran maktabah syamilah edisi kedua) pada bab: Al-Hadatsu fish shalaah.

Sedangkan dalam kitab Mawarid Azh-Zham`an yang disusun oleh Al-Haitsami hadits ini ditempatkan pada kitab: Al-Mawaaqiit, bab: Al-Qiraa`atu fii Shalaatil Lail.

Sedangkan dalam kitab Al-Ihsan yang merupakan penyusunan ulang Shahih Ibnu Hibban terdapat pada Kitab: Ash-Shalaah, bab: Qiyaamul lail.

Sanad hadits ini adalah: Ibnu Hibban berkata, Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla (mantan budak) Tsaqif menceritakan kepada kami, (katanya), Al-Walid bin Syuja’ bin Al-Walid As-Sukuni menceritakan kepada kami, (katanya), ayahku menceritakan kepada kami, (katanya), Ziyad bin Khaitsumah menceritakan kepada kami, (katanya), Muhammad bin Juhadah menceritakan kepada kami, dari Jundab ra, Rasulullah SAW bersabda…..

Apakah semua perawi yang disebutkan diatas tsiqah dan sanadnya bersambung? Berikut penjelasannya satu persatu:

Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla Tsaqif dikenal dengan gelar As-Siraj seorang hafizh yang tsiqah. Biografinya dijelaskan panjang lebar penuh pujian oleh Adz-Dzhabi dalam Siyar Al-‘Alam An-Nubala` juz 14 hal. 388, (program maktabah syamilah edisi 2), dan dalam kitab Tadzkiratul Huffazh juz 2 hal. 371 (program maktabah syamilah).

Al-Walid bin syuja’ merupakan perawi tsiqah yang dipakai oleh Muslim dalam shahihnya. Ibnu Hajar dalam kitab At-Taqrib mengomentarinya, “Tsiqah, termasuk periode kesepuluh, wafat tahun 143 menurut pendapat yang benar.”

ayahnya, yaitu Syuja’ dengan kunyah Abu Badr As-Sukuni, dikomentari oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Shaduq, wara’ termasuk periode kesembilan, dia punya beberapa keraguan….”. Sedangkan Adz-Dzahabi mengomentarinya, “Seorang imam, ahli hadits dan jujur….” (Siyar Al-A’lam An-Nubala`, juz 9 hal. 353).

Ziyad bin Khaitsumah Al-Ju’fi Al-Kufi, Al-Hafiz dalam At-Taqrib mengomentarinya, “tsiqah, termasuk periode ketujuh.” Kita pastikan dia adalah Al-Ju’fi Al-Kufi karena dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim dikatakan bahwa salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Syuja’ bin Al-Walid, dan itu cocok dengan sanad di atas.

Muhammad bin Juhadah, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (juz 6 hal. 174) sebagai salah satu imam yang tsiqah dan memang meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri. Ibnu Hibban mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Al-Hasan dan Qatadah.” (Ats-Tsiqaat, juz 7 hal. 404).

Al-Hasan Al-Bashri, cukup terkenal dan tidak ada masalah dengan kredibilitasnya, tinggal lagi memastikan apakah dia mendengar langsung hadits ini dari Jundab, sebab disini dia melakukan ‘an’anah.

Jundab bin Abdullah bin Sufyan Al-Bajali, sahabat Nabi SAW, tak perlu dibahas.

Syekh Al-Albani menganggap lemah hadits ini dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah, nomor hadits 6623. Dia menyebutkan empat hadits dengan redaksi di atas, yaitu dari Abu Hurairah, dari Jundab (yang kita bahas ini), dari Ibnu Mas’ud dan dari Ma’qil bin Yasar. Di sana dia menjelaskan kelemahannya satu persatu dan semua dapat diterima kecuali hadits Jundab ini.

Al-Albani mengemukakan dua alasan kelemahan hadits Jundab bin Abdullah ini yaitu tadlis Al-Hasan Al-Bashri dan ikhtilaf terhadap Muhammad bin Juhadah. Tapi dia tidak menjelaskan ikhtilaf apa yang dimaksud, sehingga alasannya belum bisa diterima.

Jawaban untuk tadlis yang dilakukan Al-Hasan dalam riwayat ini:

Dalam beberapa literatur yang saya baca dapat disimpulkan bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar hadits dari Jundab. Al-Hafizh dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib mengatakan begini, ”Dia meriwayatkan dari Ubay bin Ka’b, Sa’d bin Ubadah, Umar bin Al-Khathtab padahal dia tidak pernah bertemu dengan mereka. Dia juga meriwayatkan dari Tsauban, ’Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Utsman bin Abu Al-Ash, Ma’qil bin Sinan padahal dia tidak mendengar langsung dari mereka. Dan (dia juga meriwayatkan) dari Utsman, Ali, Abu Musa, Abu Bakrah, Imran bin Hushain, JUNDAB AL-BAJALI, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Amr bin Al-Ash, Mu’awiyah, Ma’qil bin Yasar, Anas, Jabir dan banyak sahabat Nabi SAW yang lain serta para tabi’in.”

Dari sini kita bisa paham bahwa mulai dari nama Utsman sampai kepada Jabir maka pendengaran Al-Hasan akan hadits mereka tak perlu diragukan. Wallahu a’lam.

Bukti paling konkrit bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar langsung dari Jundab adalah sebagaimana riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomor 3463, kitab Ahadits Al-Anbiya`, bab: Maa Dzukira ’an Bani Israail. Hadits yang sama juga terdapat dalam Shahih Muslim, no. 113. Hadits ini menceritakan seorang yang mati bunuh diri dan Allah mengharamkan surga untuknya.

Al-Hasan Al-Bashri memang dikenal sebagai mudallis. Namun, dia masuk dalma kategori mudallis yang tidak parah. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Thabaqatul Mudallisin (atau nama lainnya Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-tadlis) memasukkannya dalam peringkat kedua dari golongan para mudallis (Lihat kitab tersebut pada biografi nomor 40). Artinya, bila memang benar dia pernah mendengar dari syekhnya maka tadlisnya bisa diterima, apalagi ‘an’anah-nya masuk dalam syarat Al-Bukhari dan Muslim.

Jadi, hadits diatas tsiqah para rawinya dan bersambung sanadnya. Hanya ada sedikit permasalahan terhadap hafalan Syuja’ bin Al-Walid, sehingga dengan demikian hadits di atas menjadi hasan lidzaatih. Tapi bila ditambahkan dengan beberapa syahid (penguat) dari jalur lain yang sanadnya dah’if, maka hadits ini menjadi shahih lighairih. Wallahu a’lam

Berdasarkan sumber dari www.rajawana.com Tulisan oleh :Anshari Taslim
Read more ...
Designed By