Sumber: Al-Masail karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dan Ar-Rasail karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Kedua buku tersebut memuat satu judul yang sama yaitu membahas tentang hadits-hadits seputar keutamaan surah YASIN. Mereka mengumpulkan semua hadits terkait lalu menjelaskan kelemahan sanadnya satu persatu. Yang paling lengkap dalam menulis adalah Ustadz Yazid, karena dia memuat 16 buah hadits terkait sedang Ustadz Abdul Hakim hanya memuat 7 hadits yang kesemuanya juga dimuat oleh Ustadz Yazid.
Di akhir pembahasan mereka berkesimpulan bahwa tak ada hadits shahih yang menjelaskan secara spesifik mengenai keutamaan surah YASIN
Setelah mengamati dengan seksama dan mencari dari berbagai sumber lain, ternyata ada satu hadits yang sepertinya luput dari pembahasan kedua ustadz ini. Hadits itu adalah hadits dari Jundab bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ قَرَأَ يس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ
”Barangsiapa membaca YASIN pada suatu malam hanya dengan mengharap Wajah Allah, maka dia akan diampuni.”
Hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, nomor hadits 2626 (berdasarkan penomoran maktabah syamilah edisi kedua) pada bab: Al-Hadatsu fish shalaah.
Sedangkan dalam kitab Mawarid Azh-Zham`an yang disusun oleh Al-Haitsami hadits ini ditempatkan pada kitab: Al-Mawaaqiit, bab: Al-Qiraa`atu fii Shalaatil Lail.
Sedangkan dalam kitab Al-Ihsan yang merupakan penyusunan ulang Shahih Ibnu Hibban terdapat pada Kitab: Ash-Shalaah, bab: Qiyaamul lail.
Sanad hadits ini adalah: Ibnu Hibban berkata, Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla (mantan budak) Tsaqif menceritakan kepada kami, (katanya), Al-Walid bin Syuja’ bin Al-Walid As-Sukuni menceritakan kepada kami, (katanya), ayahku menceritakan kepada kami, (katanya), Ziyad bin Khaitsumah menceritakan kepada kami, (katanya), Muhammad bin Juhadah menceritakan kepada kami, dari Jundab ra, Rasulullah SAW bersabda…..
Apakah semua perawi yang disebutkan diatas tsiqah dan sanadnya bersambung? Berikut penjelasannya satu persatu:
Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla Tsaqif dikenal dengan gelar As-Siraj seorang hafizh yang tsiqah. Biografinya dijelaskan panjang lebar penuh pujian oleh Adz-Dzhabi dalam Siyar Al-‘Alam An-Nubala` juz 14 hal. 388, (program maktabah syamilah edisi 2), dan dalam kitab Tadzkiratul Huffazh juz 2 hal. 371 (program maktabah syamilah).
Al-Walid bin syuja’ merupakan perawi tsiqah yang dipakai oleh Muslim dalam shahihnya. Ibnu Hajar dalam kitab At-Taqrib mengomentarinya, “Tsiqah, termasuk periode kesepuluh, wafat tahun 143 menurut pendapat yang benar.”
ayahnya, yaitu Syuja’ dengan kunyah Abu Badr As-Sukuni, dikomentari oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Shaduq, wara’ termasuk periode kesembilan, dia punya beberapa keraguan….”. Sedangkan Adz-Dzahabi mengomentarinya, “Seorang imam, ahli hadits dan jujur….” (Siyar Al-A’lam An-Nubala`, juz 9 hal. 353).
Ziyad bin Khaitsumah Al-Ju’fi Al-Kufi, Al-Hafiz dalam At-Taqrib mengomentarinya, “tsiqah, termasuk periode ketujuh.” Kita pastikan dia adalah Al-Ju’fi Al-Kufi karena dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim dikatakan bahwa salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Syuja’ bin Al-Walid, dan itu cocok dengan sanad di atas.
Muhammad bin Juhadah, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (juz 6 hal. 174) sebagai salah satu imam yang tsiqah dan memang meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri. Ibnu Hibban mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Al-Hasan dan Qatadah.” (Ats-Tsiqaat, juz 7 hal. 404).
Al-Hasan Al-Bashri, cukup terkenal dan tidak ada masalah dengan kredibilitasnya, tinggal lagi memastikan apakah dia mendengar langsung hadits ini dari Jundab, sebab disini dia melakukan ‘an’anah.
Jundab bin Abdullah bin Sufyan Al-Bajali, sahabat Nabi SAW, tak perlu dibahas.
Syekh Al-Albani menganggap lemah hadits ini dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah, nomor hadits 6623. Dia menyebutkan empat hadits dengan redaksi di atas, yaitu dari Abu Hurairah, dari Jundab (yang kita bahas ini), dari Ibnu Mas’ud dan dari Ma’qil bin Yasar. Di sana dia menjelaskan kelemahannya satu persatu dan semua dapat diterima kecuali hadits Jundab ini.
Al-Albani mengemukakan dua alasan kelemahan hadits Jundab bin Abdullah ini yaitu tadlis Al-Hasan Al-Bashri dan ikhtilaf terhadap Muhammad bin Juhadah. Tapi dia tidak menjelaskan ikhtilaf apa yang dimaksud, sehingga alasannya belum bisa diterima.
Jawaban untuk tadlis yang dilakukan Al-Hasan dalam riwayat ini:
Dalam beberapa literatur yang saya baca dapat disimpulkan bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar hadits dari Jundab. Al-Hafizh dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib mengatakan begini, ”Dia meriwayatkan dari Ubay bin Ka’b, Sa’d bin Ubadah, Umar bin Al-Khathtab padahal dia tidak pernah bertemu dengan mereka. Dia juga meriwayatkan dari Tsauban, ’Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Utsman bin Abu Al-Ash, Ma’qil bin Sinan padahal dia tidak mendengar langsung dari mereka. Dan (dia juga meriwayatkan) dari Utsman, Ali, Abu Musa, Abu Bakrah, Imran bin Hushain, JUNDAB AL-BAJALI, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Amr bin Al-Ash, Mu’awiyah, Ma’qil bin Yasar, Anas, Jabir dan banyak sahabat Nabi SAW yang lain serta para tabi’in.”
Dari sini kita bisa paham bahwa mulai dari nama Utsman sampai kepada Jabir maka pendengaran Al-Hasan akan hadits mereka tak perlu diragukan. Wallahu a’lam.
Bukti paling konkrit bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar langsung dari Jundab adalah sebagaimana riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomor 3463, kitab Ahadits Al-Anbiya`, bab: Maa Dzukira ’an Bani Israail. Hadits yang sama juga terdapat dalam Shahih Muslim, no. 113. Hadits ini menceritakan seorang yang mati bunuh diri dan Allah mengharamkan surga untuknya.
Al-Hasan Al-Bashri memang dikenal sebagai mudallis. Namun, dia masuk dalma kategori mudallis yang tidak parah. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Thabaqatul Mudallisin (atau nama lainnya Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-tadlis) memasukkannya dalam peringkat kedua dari golongan para mudallis (Lihat kitab tersebut pada biografi nomor 40). Artinya, bila memang benar dia pernah mendengar dari syekhnya maka tadlisnya bisa diterima, apalagi ‘an’anah-nya masuk dalam syarat Al-Bukhari dan Muslim.
Jadi, hadits diatas tsiqah para rawinya dan bersambung sanadnya. Hanya ada sedikit permasalahan terhadap hafalan Syuja’ bin Al-Walid, sehingga dengan demikian hadits di atas menjadi hasan lidzaatih. Tapi bila ditambahkan dengan beberapa syahid (penguat) dari jalur lain yang sanadnya dah’if, maka hadits ini menjadi shahih lighairih. Wallahu a’lam
Berdasarkan sumber dari www.rajawana.com Tulisan oleh :Anshari Taslim