Oleh : Abi Aufa
Pendahuluan
Kelompok Salafi/Wahabi sering mengklaim bahwa mereka adalah pengikut setia metode salaf dalam memahami nash-nash sifat Allah. Mereka menolak takwil dan menyatakan bahwa sifat-sifat Allah harus dipahami sesuai dengan makna zahir teks, tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk. Namun, pendekatan ini justru membuka ruang bagi akal untuk membayangkan zat Allah dalam ruang dan arah, yang bertentangan dengan prinsip salaf sejati.
1. Klaim Kemurnian Teks dan Konsekuensi Akal
Salafi/Wahabi menetapkan sifat seperti istiwa dengan makna zahir sebagai bersemayam di atas ‘Arsy. Meskipun mereka menolak bahwa Allah bertempat, pemahaman zahir tersebut secara nalar membuka peluang bagi akal untuk membayangkan keberadaan Allah dalam ruang.
“Menetapkan makna zahir tanpa menjelaskan hakikatnya adalah bentuk ambigu yang membuka ruang bagi pemikiran tajsim, meskipun secara verbal mereka menolaknya.”
2. Konsistensi Salaf: Tanpa Kaifiyah dan Tanpa Makna
Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Lum’atul I’tiqad, menyatakan:
“Kami beriman kepadanya, membenarkannya tanpa kaifiyah dan tanpa makna.”ونصدق بها بلا كيف ، ولا معنى(Ibnu Qudamah, Lum’atul I’tiqad, hlm. 8)
Ini menunjukkan bahwa salaf tidak memahami nash sifat dengan makna zahir, bahkan mereka menolak memberi makna sama sekali untuk menjaga kesucian zat Allah dari bayangan akal.
3. Penolakan Salaf terhadap Pemahaman Zahir
Beberapa ulama besar secara eksplisit menolak pendekatan zahir terhadap nash sifat:
- Imam Bukhari, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:
“Tujuan Bukhari dalam bab ini adalah membantah Jahmiyah dan Mujassimah yang bergantung pada makna zahir.”غرض البخاري في هذا الباب الرد على الجهمية المجسمة في تعلقها بهذه الظواهر(Ibnu Hajar, Fathul Bari, 13/416)
- Imam Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan:
“Sebagian orang membaca dan menafsirkannya sesuai zahir bahasa. Ini adalah pendapat musyabbihah.”وقال بعضهم: نقرؤها ونفسرها على ما يحتمله ظاهر اللغة. وهذا قول المشبهة(Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, 6/254)
4. Evaluasi Epistemologis
Pendekatan salaf sejati menunjukkan konsistensi epistemologis:
- Menolak makna zahir.
- Tidak memberi ruang bagi akal untuk membayangkan zat Allah.
- Menyerahkan hakikat kepada Allah tanpa menetapkan arah, tempat, atau bentuk.
Sebaliknya, pendekatan Wahabi:
- Menetapkan makna zahir.
- Menolak konsekuensi logis dari makna tersebut.
- Menghindari penjelasan rasional, sehingga terjebak dalam ambiguitas metodologis.
Kesimpulan
Klaim Salafi/Wahabi sebagai pengikut salaf tidak dapat dipertahankan secara metodologis. Salaf sejati seperti Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Imam Qurthubi menunjukkan pendekatan yang konsisten dalam menjaga kemurnian tauhid, tanpa membuka ruang bagi akal untuk membayangkan zat Allah. Maka, pendekatan Wahabi justru bertentangan dengan prinsip salaf yang mereka klaim ikuti.