Keputusan Lembaga Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama Kota Surabaya
Di
Masjid At Taqwa Penjaringansari Rungkut Surabaya, 29 Juni 2008
AMALIYAH MALAM NISHFU SYA'BAN
(PP.
Manba'ul Falah Rungkut Menanggal)
Diskripsi
Masalah:
Pada malam paruh kedua dari bulan Sya’ban, banyak dari
kalangan umat Islam yang berduyun-duyun ke masjid, mushalla dan surau untuk
melaksanakan kegiatan keagamaan yang rutin dijalani setiap malam Nishfu
Sya’ban. Salah satu kegiatannya adalah melakukan salat sunah sebanyak dua rakaat
atau lebih.
Ada juga dari mereka yang membaca surat Yaasin secara bersama-sama sebanyak
3 kali. Biasanya dari masing-masing pembacaan surat Yasin tersebut diniatkan
untuk memperoleh rezeki yang halal, untuk umur panjang yang barokah, serta
untuk mendapatkan husnul khatimah. Adapula diantara masyarakat yang melengkapi
kegiatan tersebut dengan bersedekah.
Pertanyaan:
a.
Adakah tuntunan secara umum dan khusus untuk
melakukan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban?
b.
Apa sebenarnya keistimewaan malam Nishfu Sya’ban
dibanding dengan malam-malam yang lain?
c.
Apa dasar ulama dalam penetapan pembacaan surat
Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya?
d.
Apa hukum melakukan shalat sunnah pada malam Nishfu
Sya’ban?
Dalam syari’at Islam terdapat
tuntunan (dalil-dalil) untuk beribadah pada malam Nishfu Sya’ban.
Dasar Pengambilan Hukum:
عَنْ مُعَاذِ بن
جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ e قَالَ: يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ
مُشَاحِنٍ (رواه الطبراني في الكبير والأوسط قَالَ
الهيثمى ورجالهما ثقات.
ورواه الدارقطنى وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى وابن ابى شيبة وعبد الرزاق
عن كثير بن مرة والبزار).
“Rasulullah e bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan
hambanya
(dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban,
kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan
musyachin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639, Daruquthni fi Al
Nuzul 68, Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi Syaibah no 150, Al
Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al Musnad 2389. Peneliti hadis Al Haitsami menilai para perawi hadis ini
sebagai orang-orang yang terpercaya. Majma’ Al Zawaid 3/395)
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ النَّبِيَّ e ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ
أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ
يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِيْنَ أَنْ يَحِيْفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ
قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ
نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ
غَنَمِ كَلْبٍ
“Aisyah berkata “Pada suatu
malam, saya kehilangan Rasulullah. Setelah saya keluar mencarinya, ternyata
beliau ada di Baqi’ seraya menengadahkan kepalanya ke langit, beliau berkata
“Apakah kamu takut Allah dan Rasulnya mengabaikanmu?”. Aisyah berkata “Saya tidak memiliki ketakutan itu,
saya mengira engkau mengunjungi sebagian di antara istri-istri engkau”. Nabi
berkata “Sesungguhnya (rahmat) Allah turun ke langit yang paling bawah pada
malam Nishfu Sya’ban dan Ia mengampuni dosa-dosa yang melebihi dari jumlah bulu
kambing milik suku Kalb”. (HR Turmudzi no 670, dan Ibnu Majah no 1379)
تحفة الأحوذي شرح سنن الترمذي ج 2 ص 277
فَهَذِهِ اْلأَحَادِيثُ
بِمَجْمُوعِهَا حُجَّةٌ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي فَضِيْلَةِ لَيْلَةِ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ شَيْءٌ وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
“Hadits-hadits di atas secara keseluruhan merupakan
sebuah hujjah yang membantah anggapan sebagian ulama yang berpendapat bahwa
tidak ada satupun dalil kuat yang menjelaskan tentang keutamaan malam nishfu
Sya’ban”. (Tuchfah al-Achwadzi Syarh
Sunan al-Tirmidzi, II/277)
Jawaban 29 b:
Di antara keistimewaan malam
Nishfu Sya’ban adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Imam Syafi’i, malam Nishfu Sya’ban adalah
salah satu malam yang mustajabah.
2.
Menurut ‘Atha bin Yasar, malam Nishfu Sya’ban
adalah malam yang paling utama setelah Lailatul Qadar.
3.
Menurut sahabat ‘Ikrimah, yang dimaksud dengan ayat
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ () فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ
حَكِيمٍ {الدخان :3-4}
surat al Dukhan ayat 3-4, malam tersebut adalah
malam Nishfu Sya’ban, akan tetapi pendapat ini ditentang oleh jumhur ulama, dan
yang dimaksud dengan ليلة مباركة adalah Lailatul Qadar.
4. Menurut ulama yang lain, malam
Nishfu Sya’ban adalah malam laporan amal tahunan kepada Allah SWT.
Dasar Pengambilan Hukum:
فيض القدير ج 6 ص 50
قَالَ الشَّافِعِى
بَلَغَنَا أنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِى خَمْسِ لَيَالٍ أوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ
رَجَبَ وَلَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ وَلَيْلَتَىِ اْلعِيْدِ وَلَيْلَةِ
الْجُمْعَةِ.
“Imam Syafii berkata: Telah
sampai kepada kami bahwa doa dikabulkan dalam lima malam, yaitu awal malam
bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, dua malam hari raya dan malam Jumat”. (Faidl al-Qadír, VI/50)
نزهة المجالس ج 1 ص 158
قَالَ عَطَاءُ بْنُ
يَسَارٍ مَا بَعْدَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَفْضَلُ مِنْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ وَهِىَ مِنَ اللَّيَالِى الَّتِى يُسْتَجَابُ فِيْهَا الدُّعَاءُ. قَالَ
النَّوَوِى عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنَ التَّابِعِيْنَ .
“Yasar bin Atho’ berkata :
Tidak ada malam yang lebih utama setelah Lailatul Qadar dibandingkan dengan
Nishfu Sya’ban. Ia merupakan salah satu malam yang mustajabah”. (Nuzhah al-Maj á lis, I/158)
تفسير القرطبى ج 16 ص 85
وَقَالَ عِكْرِيْمَةُ هِىَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يُبْرَمُ
فِيْهَا أَمْرُ السَّنَةِ وَيُنْسَخُ اْلأَحْيَاءُ مِنَ اْلأَمْوَاتِ وَيُكْتَبُ
الْحَاجُّ فَلاَ يُزَادُ فِيْهِمْ أَحَدٌ وَلاَ يُنْقَصُ مِنْهُمْ أَحَدٌ وَرَوَى
عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيْرَةِ قَالَ قَالَ النَّبِىَ e تُقْطَعُ اْلأَجَالُ مِنْ شَعْبَانَ إلَى شَعْبَانَ
حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَنْكِحُ وَيُوْلَدُ لَهُ وَقَدْ خُرِجَ اسْمُهُ فِى
الْمَوْتَى. وَقَالَ اْلقَاضِى أبُوْ بَكْرِ بْنِ الْعَرَبي وَجُمْهُوْرُ
الْعُلَمَاءُ عَلَى أنَّهَا لَيْلَةُ اْلقَدْرِ.
“Ikrimah berpendapat bahwa
yang dimaksud Lailah Al Mubarakah itu adalah malam nishfu sya’ban. Di malam itu
Allah menentukan semua urusan dalam peristiwa setahun, menghapus nama-nama
orang dari daftar calon orang meninggal dan mencatat nama-nama orang yang akan
melaksanakan haji tanpa ditambah atau dikurangi. Utsman bin Mughirah
meriwayatkan hadis, Rasulullah e bersabda,
“Ajal ditentukan dari satu Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, hingga
seseorang menikah, dikaruniai anak dan namanya dikeluarkan dari orang-orang
yang akan meninggal” (HR Ibnu Abi Dunya dan Al Dailami). Qadli Abu Bakar bin Al
Araby berkata : Para Ulama’ mengatakan bahwa malam tersebut adalah Lailatul
Qadar”. (Tafsir al-Qurtúbi, XVI/85)
حاشية الجمل ج 8 ص 323
(قَوْلُهُ: تُعْرَضُ
اْلأَعْمَالُ) أَيْ تُعْرَضُ عَلَى اللهِ تَعَالَى وَكَذَا تُعْرَضُ فِي لَيْلَةِ
نِصْفِ شَعْبَانَ وَفِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَاْلأَوَّلُ عَرْضٌ إجْمَالِيٌّ
بِاعْتِبَارِ اْلأُسْبُوْعِ، وَالثَّانِي بِاعْتِبَارِ السَّنَةِ
“Amal-amal tersebut
diperlihatkan kepada Allah, begitu pula pada malam Nishfu Sya’ban dan Lailatul
Qadar. Yang pertama (Senin-Kamis) merupakan laporan amal mingguan. Yang kedua
dan ketiga (Nishfu Sya’ban dan Lailatul Qadar) merupakan laporan amal tahunan”. (Chásyiyah al-Jamal, VIII/323)
Jawaban 29 c:
Pembacaan surat Yasin pada
malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya merupakan hasil ijtihad para
ulama.
Dasar Pengambilan Hukum:
أسنى المطالب فى أحاديث
مختلفة المراتب ص 234
وَأَمَّا قِرَاءَةُ
سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ
تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى
وَلَا بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Adapun pembacaan surat Yasin
pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil ijtihad sebagian ulama, konon ia adalah Syeikh Al
Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk”. (Asná al-Mathálib, 234)
فتح الملك المجيد للشيخ أحمد الديربى ص 19
(وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ
يس) كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ
دَفْعِ الْبَلاَءِ وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ.
“Diantara keistimewaan surat
Yasin, sebagaimana menurut sebagian para Ulama, adalah dibaca pada malam Nishfu
Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua
niat terhindar dari bencana dan ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang
lain”. (Fatchu al-Malik al-Majíd,
19)
تلخيص فتاوى ابن زياد ص 301
(مَسْئَلَةٌ) حَدِيْثُ يس
لِمَا قُرِئَتْ لَهُ لاَ أَصْلَ لَهُ وَلَمْ أَرَ مَنْ عَبَّرَ بِأَنَّهُ
مَوْضُوْعٌ فَيَحْتَمِلُ أنَهُ لاَ أصْلَ لَهُ فِى الصِّحَّةِ وَالَّذِىْ
أعْتَقِدُهُ جَوَازُ رِوَايَتِهِ بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ نَحْوُ بَلَغَنَا كَمَا
يَفْعَلُهُ أصْحَابُ الشَّيْخِ اِسْمَعيِلَ اْلَجْبَرِتى اهـ.
“Hadits yang berbunyi “Surat
Yasin dapat dibaca sesuai dengan niat tujuannya” merupakan hadis yang tidak ada
dasarnya, tetapi saya tidak menemui ulama yang mengatakannya sebagai hadis
palsu. Bisa jadi yang dimaksud adalah hadis tersebut tidak shohih. Saya
meyakini bahwa boleh meriwayatkan hadis tersebut dengan redaksi riwayat yang
tidak tegas, seperti telah sampai pada kami sebagaimana yang dilakukan oleh
murid-murid Syeikh Ismail Al Jabraty dari Yaman.” (Talkhísh Fatáwá Ibnu Ziyád, 301)
Jawaban 29 d:
Hukum melakukan shalat sunnah mutlak pada malam Nishfu
Sya’ban adalah mustahab (disunnahkan) karena Rasulullah e
pernah melaksanakan shalat tersebut. Sementara jika shalat tersebut diniati
nishfu sya’ban maka hukumnya haram, karena tidak ada tuntunan ibadah salat
nishfu sya’ban. Bentuk salat sunah yang boleh dikerjakan pada malam Nishfu
Sya’ban adalah salat sunah mutlak, salat Hajat, salat Tasbih, dan shalat apapun
yang telah dilakukan oleh Rasulullah e.
Catatan:
Kedudukan hukum mustahab
adalah satu tingkat di bawah hukum sunnah.
Dasar Pengambilan Hukum:
ذكريات ومناسبات لسيد
محمد بن علوى الملكى ص 155-156
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ
الْحَارِثِ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ e مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى
ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ
إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ
وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ
أَنَّ النَّبِيَّ e قَدْ خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ
وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ،
قَالَ: أَتَدْرِي أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ،
قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ
لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ
الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ
أَنْ يَكُوْنَ الْعَلاَءُ أَخَذَهُ مِنْ مَكْحُوْلٍ
“Dari 'Ala' bin Charits bahwa Aisyah berkata:
“Rasulullah bangun di tengan malam kemudian beliau salat, kemudian sujud sangat
lama, sampai saya menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan
saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih bergerak. Kemudian Rasul bangkit
dari sujudnya setelah selesai melakukan shalatnya, Nabi berkata “Wahai Aisyah,
apakah kamu mengira Aku berkhianat padamu?”, saya berkata “Demi Allah, tidak,
wahai Rasul, saya mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul
bersabda “Tahukauh kamu malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan
Rasulnya yang tahu”. Rasulullah bersabda “ini adalah malam Nishfu Sya’ban,
sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam
Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang yang meminta ampunan,
mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah tidak akan
memprioritaskan orang-orang yang pendendam”. (HR Al Baihaqi fi Syuab Al Iman no 3675, menurutnya
hadits ini Mursal yang baik)
Catatan:
1.
Letak ke-mursal-an hadits tersebut karena Al ‘Ala’ bin Al Charits
adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa dengan Aisyah, prediksi Al
Baihaqi menyebutkan Al ‘Ala’ memperoleh hadits tersebut dari gurunya, Makchul.
Imam Achmad menilai Al ‘Ala’ sebagai orang yang sahih haditsnya. Abu Chatim
berkata: Tidak ada murid Makchul yang lebih terpercaya dari pada Al ‘Ala’. Ibnu
Hajar menyebut Al ‘Ala’ sebagai orang yang jujur dan berilmu fikih, tetapi ia
dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat Al Hadits)
2.
Para Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan Imam
Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadis Mursal sebagai hadis yang dapat diterima
(Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Sahabat atau
Tabiin yang digugurkan dari sanad merupakan seorang yang dikenal
kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih, dan
lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
مجموع فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ
نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (الْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ
النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ
مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى
صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ. كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ
أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا
أَحَدٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Ibnu Taimiyah ditanyai soal
shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila seseorang shalat sunah
muthlak pada malam nishfu Sya’ban sendirian atau berjamaah, sebagaimana
dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya adalah baik. Adapun
kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan, seperti salat seratus
raka’at dengan membaca surat al Ikhlash sebanyak seribu kali, maka ini adalah
perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama”. (Majmú' Fatáwá Ibnu Taymiyyah, II/469)
فيض القدير ج 2 ص 302
(تَنْبِيْهٌ) قَالَ
المَجْدُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ لَيْلَةُ نِصْفِ شَعْبَانَ رُوِىَ فِى فَضْلِهَا مِنَ
اْلأَخْبَارِ وَاْلأثَارِ مَا يَقْتَضِى أنَّهَا مُفَضَّلَةٌ وَمِنَ السَّلَفِ
مَنْ خَصَّهَا بِالصَّلاَةِ فِيْهَا
“Ibnu Taimiyah berkata : Dari
beberapa hadis dan pandapat para sahabat menunjukkan bahwa malam Nishfu Sya’ban
memiliki keutamaan tersendiri. Sebagian ulama Salaf melaksanakan salat sunah
secara khusus di malam tersebut”. (Faidl al-Qadír, II/302)
اعانة الطالبين ج 1 ص 271
قَالَ العَلاَّمَةُ
الْكُرْدِى وَاخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ فِيْهَا فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهَا طُرُقٌ
إذَا اجْتُمِعَتْ وَصَلَ الْحَدِيْثُ إلَى حَدٍّ يُعْمَلُ بِهِ فِى فَضَائِلِ
اْلأَعْمَالِ وَمِنْهُمْ مَنْ حَكَمَ عَلَى حَدِيْثِهَا بِالْوَضْعِ وَمِنْهُمُ
النَّوَوِى وَتَبِعَ الشَّارِحُ فِى كُتُبِهِ.
“Syeikh Al Kurdy berkata : Para Ulama berbeda pendapat mengenai
hadis-hadis yang berhubungan dengan salat sunah malam Nishfu Sya’ban, diantara
para ulama ada yang mengatakan bahwa hadis tersebut (meskipun Dloif) memiliki
banyak jalur riwayat, yang secara keseluruhan (akumulasi) hadis tersebut boleh
dilaksanakan dalam hal Fadlailul A’mal (naik peringkat menjadi hadis hasan
lighairihi). Diantara ulama yang lain menghukuminya sebagai hadis palsu,
seperti Imam Nawawi dan Syekh Zainuddin Al Malibary”. (I'ánah al-Thálibín, I/271)Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar